Perekrutan tenaga kerja telah mengalami perubahan besar dalam beberapa tahun terakhir. Dengan semakin berkurangnya populasi usia produktif dan meningkatnya penggunaan artificial intelligence (AI), dunia bisnis sedang menghadapi tantangan besar dalam mencari dan mempertahankan talenta terbaik.
Dalam episode podcast FT Working It tentang “Recruitment is broken, what are businesses doing to fix it?”, Isabelle Baric menjelaskan masalah yang dihadapi perusahaan terkait rekrutmen, serta bagaimana AI mulai diadopsi untuk mengatasi sebagian tantangan tersebut.
Artikel ini akan menggali lebih dalam mengenai tantangan yang dihadapi bisnis dalam recruitment, solusi yang ditawarkan oleh AI, serta pentingnya menjaga sentuhan manusia dalam proses perekrutan.
Krisis Tenaga Kerja dan Populasi yang Menyusut
Salah satu isu terbesar yang dihadapi oleh perusahaan saat ini adalah penurunan populasi usia produktif. Menurut laporan FT Working It, diperkirakan bahwa populasi usia kerja akan menurun sebesar 25% dalam 20 tahun ke depan.
Penurunan ini disebabkan oleh faktor-faktor demografis seperti meningkatnya usia harapan hidup dan rendahnya tingkat kelahiran, yang menghasilkan populasi yang semakin tua dan tenaga kerja yang semakin sedikit.
Populasi yang menua membawa tantangan besar bagi dunia bisnis. Banyak perusahaan yang kini terpaksa berkompetisi untuk memperebutkan tenaga kerja dari talent pool yang semakin kecil. Contoh nyata bisa dilihat dalam industri hukum, di mana firma-firma hukum terkemuka menawarkan gaji yang sangat tinggi demi menarik kandidat terbaik. Namun, strategi ini hanya bersifat sementara karena tidak semua sektor mampu menawarkan gaji setinggi itu.
Selain itu, dengan semakin sedikitnya jumlah anak yang dilahirkan, banyak perusahaan yang menyadari pentingnya mempertahankan dan memperpanjang masa kerja karyawan yang lebih tua. Kelompok usia di atas 50 tahun, yang sering kali dianggap kurang produktif atau kurang relevan di dunia kerja modern, kini dilihat sebagai potensi besar.
Pasar tenaga kerja untuk kelompok usia di atas 50 tahun ini masih sangat luas dan belum dimanfaatkan secara maksimal, sehingga beberapa perusahaan mulai berfokus pada rekrutmen dan pengembangan karier pekerja senior sebagai salah satu solusi menghadapi kekurangan tenaga kerja.
Peran AI dalam Proses Rekrutmen
Di tengah krisis tenaga kerja ini, banyak perusahaan beralih pada teknologi HR, khususnya kecerdasan buatan (AI), untuk membantu mempermudah dan mempercepat proses rekrutmen.
AI telah menjadi alat yang sangat penting dalam dunia perekrutan modern, membantu Recruitment Specialist perusahaan menyeleksi kandidat dari lautan aplikasi yang masuk. Salah satu manfaat utama dari penggunaan AI adalah kemampuannya dalam menyaring aplikasi kandidat dengan lebih cepat dan efisien dibandingkan manusia.
Beberapa perusahaan, seperti Seamans, menggunakan solusi AI dalam bentuk penilaian psikometrik berbasis tugas, yang menilai perilaku dan kecakapan kandidat berdasarkan bagaimana mereka menjalankan tugas-tugas tertentu. Ini berbeda dengan pendekatan tradisional yang hanya mengandalkan kualifikasi formal atau pengalaman kerja.
Dalam hal ini, AI mampu membantu perusahaan memperluas cakupan pencarian talenta dengan melihat kandidat yang mungkin tidak memiliki latar belakang tradisional, tetapi memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan perusahaan.
Kekhawatiran atas Kualitas Aplikasi yang Dihasilkan AI
Meski AI membawa banyak manfaat dalam mempercepat proses perekrutan, kekhawatiran terhadap kualitas dan keaslian aplikasi yang dihasilkan oleh teknologi ini juga muncul.
Beberapa perusahaan melaporkan bahwa aplikasi yang dihasilkan oleh AI tidak selalu mencerminkan kemampuan atau kualifikasi sebenarnya dari kandidat. Akibatnya, ada perusahaan yang bahkan menghentikan penggunaan CV dan surat lamaran tradisional dalam proses recruitment mereka.
AI memang memungkinkan kandidat untuk lebih mudah melamar berbagai posisi sekaligus, namun hal ini juga meningkatkan risiko bahwa beberapa aplikasi mungkin tidak autentik atau terlalu dioptimalkan oleh sistem AI.
Manipulasi CV, seperti yang dilakukan oleh beberapa kandidat, dapat menyebabkan perusahaan salah menilai kandidat dan membuat keputusan rekrutmen yang kurang tepat.
Contohnya, seorang kandidat bernama Angelina Lee menggunakan AI untuk memanipulasi CV-nya agar terlihat lebih menarik bagi perekrut. Hal ini meningkatkan jumlah undangan wawancara yang ia terima, meskipun CV-nya tidak mencerminkan kemampuan aslinya.
Bias dalam data yang digunakan oleh AI juga menjadi salah satu kekhawatiran utama, karena sistem ini dilatih menggunakan data yang mungkin tidak netral atau mencerminkan keanekaragaman yang cukup.
Strategi Rekrutmen Karyawan yang Efektif: Akuisisi Talenta Terbaik!
Investasi pada Mobilitas Internal dan Pengembangan Karier
Selain digunakan dalam proses perekrutan eksternal, AI juga digunakan oleh banyak perusahaan untuk meningkatkan mobilitas internal karyawan mereka. Salah satu contohnya adalah perusahaan farmasi Nartis, yang telah menerapkan sistem AI internal untuk membantu karyawan meninjau skills mereka dan mempersiapkan diri untuk posisi baru di dalam perusahaan.
Sistem ini memungkinkan karyawan untuk mengidentifikasi kesenjangan keterampilan yang mereka miliki berdasarkan aspirasi karir mereka dan memberikan mereka pelatihan yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.
Sistem AI yang diterapkan oleh Nartis ini dinilai sangat efektif karena mampu diukur dan direplikasi di berbagai bagian perusahaan. Selain itu, sistem ini terus meningkatkan kinerjanya seiring berjalannya waktu dan menjadi lebih canggih dalam menilai keterampilan dan potensi karyawan.
Dengan memanfaatkan AI untuk meningkatkan mobilitas internal, perusahaan dapat mempertahankan talenta mereka dan mengurangi kebutuhan untuk merekrut secara eksternal, yang seringkali lebih mahal dan memakan waktu.
Menjaga Sentuhan Manusia dalam Proses Perekrutan
Meskipun AI memberikan banyak manfaat dalam dunia perekrutan, ada satu hal yang tidak boleh diabaikan: pentingnya sentuhan manusia dalam proses ini. Dalam laporan tersebut, Isabelle Baric menekankan bahwa AI tidak bisa sepenuhnya menggantikan peran manusia dalam perekrutan. Hal ini karena recruitment bukan hanya tentang menilai keterampilan dan pengalaman, tetapi juga tentang memahami potensi kandidat, nilai-nilai pribadi, dan kecocokan dengan budaya perusahaan.
Perusahaan yang hanya mengandalkan AI berisiko kehilangan aspek humanis dalam proses rekrutmen, yang dapat mengakibatkan keputusan yang kurang tepat atau kurang responsif terhadap kebutuhan spesifik perusahaan.
Krisis dalam jalur perekrutan tidak bisa diselesaikan hanya dengan teknologi; diperlukan pendekatan yang seimbang antara penggunaan teknologi canggih dan evaluasi manual oleh perekrut yang berpengalaman.
Kesimpulan
Krisis dalam dunia rekrutmen tidak dapat diselesaikan dengan satu solusi saja. Berkurangnya populasi usia kerja dan semakin kompetitifnya pasar tenaga kerja menuntut perusahaan untuk berpikir di luar kotak dalam mencari dan mempertahankan talenta terbaik. Teknologi AI memang menawarkan solusi yang cepat dan efisien, tetapi kualitas dan keaslian aplikasi tetap menjadi perhatian utama.
Selain itu, meskipun AI dapat digunakan untuk meningkatkan mobilitas internal dan produktivitas, penting bagi perusahaan untuk menjaga keseimbangan antara teknologi dan sentuhan manusia dalam proses perekrutan.
Dengan demikian, tantangan recruitment ini tidak hanya memerlukan solusi teknis tetapi juga pemahaman mendalam terhadap dinamika tenaga kerja dan kebutuhan unik setiap perusahaan. Kombinasi antara teknologi dan pendekatan humanis yang holistik akan menjadi kunci keberhasilan dalam mengatasi krisis perekrutan yang tengah berlangsung.